Monday, May 2, 2016

Survive dari Hobi..Bisakah?



Tidak seperti biasanya, sepulang sekolah sore itu, Hatim tidak langsung ke meja makan, mencari cemilan sore. Setelah mengganti seragam sekolahnya dengan kaos, dia mengambil sesuatu dari dalam tasnya lalu bergegas menuju ruang tengah. Karena penasaran  saya mengikutinya dari belakang.  Benda yang dikeluarkan dari dalam tas tadi ternyata  lembaran-lembaran kertas origami.Lho, itu kan shuriken. Saya menghitung  1,2...wow ada 23 origami shuriken yang sudah jadi. “Buat apa ini dibikin banyak Hatim?” “Dijual di sekolah,” jawabnya  tanpa menghentikan gerakan tangannya yang begitu cepat.
Kalau duitnya sudah banyak mau dibelikan apa Hatim?”
Ditabung dulu, nanti kalau sdh banyak, Hatim mau beli sepeda, beli yoyo, beli tor blade, dan kalo abi  pas kekurangan duit, bisa ambil dari situ hehe.
Teeeeng!
Saat tu saya berpikir, bisa juga anak ini merencanakan sesuatu. Dia punya keinginan terhadap sesuatu dan  merencanakan untuk memenuhinya.  Sementara saya, jarang sekali berpikir terlalu ke depan. Menyiapkan sekolah untuk anak lalu menabung untuk itu. Atau, merencakan tuk membeli lemari pendingin baru, kemudian  mengatur keuangan untuk mewujudkannya. Jarang sekali. Paling sering itu, ada duitnya, segera beli barangnya. Bukan karena tidak mau, tapi belum tau caranya dan ngga tau mau nanya ke mana. Pun menyiapkan dana untuk keadaan darurat atau mendadak, jarang sekali.
Dulu, sewaktu masih tinggal di Jogja,  beberapa kali didatangi oleh agen asuransi, tapi saya kok merasa belum cocok. Utamanya di permasalahan ribanya. Belum ada yang bisa mengentaskan keraguan-keraguan saya tentang itu.
Jawaban Hatim tadi membuat saya berpikir bahwa perencanaan keungan untuk kemudian hari itu ternyata penting. Tapi..harus belajar sama siapa? Belajar ke konsultan, pastilah mahal J Ini yang membuat keinginan belajar hanya menjadi keinginan saja.
Saat membaca undangan mengikuti seminar perencanaan financial di grup blogger Makassar Anging mammiri, saya segera mendaftarkan diri. Inilah kesempatan untuk belajar perencanaan keuangan.
Tiba di Trans Studio Mall (TSM) jam menunjukkan pukul 11.00 WITA. Awalnya saya pikir sudah terlambat, tetapi melihat daeng Ipul, Anchu dan Unga masih duduk-duduk  sambil ngopi  di depan Cafe Zafferano tempat acara berlangsung, saya sedikit lega. Setelah menikmati suguhan pstel dan teh susu panas, acara pun dimulai.
Saya mengambil tempat paling belakang, berdekatan sama Nanie, Anbhar dan Unga. Supaya viewnya kelihatan dengan jelas. Ini sih ahlasan saja :)

Ibu Joice, seorang wartawati senior Kompas yang aktif mengisi halaman ekonomi  membawakan materi pertama di seminar ini. 

Beliau mencoba membuka wawasan kita tentang pentingnya perencanaan finacial dengan kisah kawannya yang bernama Munir. Munir yang selalu nampak sehat, bersemangat dan pekerja keras dan memiliki 2 anak ini ternyata mengidap penyakit Leukimia. 
Setelah setahun keluar-masuk rumah sakit, akhirnya beliau dipanggil menghadap ke Yang Maha Kuasa.  Syukurnya, Munir telah mempersiapkan perlindungan bagi keluarganya. Dia memiliki empat polis asuransi jiwa yang setelah dicairkan bisa menopang kehidupan  istri dan anak yang ditinggalkan. Ibu Joice pengen kita mengambil pelajaran dari kisah ini tentang pentingnya melindungi keluarga dengan perencanaan financial. 

gambarnya inart.wordpress.com


Beliau mengingatkan agar segera mempersiapkan finasial, karena semakin lama memulai, maka akan semakin besar pula ongkos penundaannya.  Dan, target menjadi hal yang paling penting saat memulai merencanakan keuangan tuk masa depan. Dengan mengetahui target, kita jadi tahu berapa dana yang harus disisihkan perbulan. Dana darurat menjadi hal yang tak boleh dilupakan, agar tidak mengganggu lancarnya perencanaan keuangan kita. Beliau juga memberikan tips yaitu menyisihkan 10% di awal untuk ditabung, sebelum membelanjakan tuk kebutuhan kita.

Setelah sesi 1, peserta Seminar Seminar & Exhibition Roadshow Sun Life Financial di Makassar dihibur oleh 2 komika dari Komunitas Stand Up Comedy Gowa dan Makassar.

Setelah ishoma,  Daeng Ipul membawakkan materi kedua;  tentang “Bagaimana Menghasilkan Duit dari Hobbi.” Yang sangat berkesan dan nancap di hati adalah saat Daeng Ipul menyatakan bahwa FOKUS adalah satu dari kunci utama kesuksesan. Pilihlah salah satu hobbi yang dikuasai, lalu fokuslah dan terus mengembangkan kemampuan diri
Gambar pinjam lelakibugis.net

Selain fokus dan terus belajar, yang tak kalah penting adalah berjejaring dan berkomunitas dengan pemilik hobi yang sama. Demikian penjelasan Daeng Ipul.
Beliau  juga membongkar tif suksesnya dalam dunia blogging, yaitu selalu kreatif, jangan malas dan selalu menjaga etika; tidak plagiat, tidak mengambil sumber tanpa menuliskan sumbernya dan lain-lain.
Selain tips, daeng Ipul tak lupa mengingatkan tantangan yang sering dihadapi oleh seorang blogger yang pengen sukses, yaitu konsistensi, gampang menyerah, takut bersaing dan kehilangan passion.
Sangat menginspirasi materi yang dibawakan oleh daeng Ipul di sesi 2 ini.
Saya yakin bahwa hobi bisa menjadi peluang menuju kesuksesan, dan setelah sukses jangan lupa mulailah merencanakan keuangan.
Daeng Ipul menutup materinya dengan sebuah quote menarik “Ketika hobi sudah menjadi pekerjaan utama, saatnya mencari hobi lain.” 

Alhamdulillah menang live tweet competition. Thx Sunlife_ID

Wednesday, June 10, 2015

Ketika Dunia Tak Lagi Berarti



Ibnul Mubarak Rahimahullah menceritakan kisahnya :
“Saya tiba di Mekkah ketika manusia ditimpa paceklik dan mereka sedang melaksanakan shalat istisqa’ di Al-Masjid Al-Haram. Saya bergabung dengan manusia yang berada di dekat pintu Bani Syaibah. Tiba-tiba muncul seorang budak hitam yang membawa dua potong pakaian yang terbuat dari rami yang salah satunya dia jadikan sebagai sarung dan yang lainnya dia jadikan selendang dipundaknya. Dia mencari tempat yang agak tersembunyi di samping saya. Maka saya mendengarnya berdoa, “Ya Allah, dosa-dosa yang banyak dan perbuatan-perbuatan yang buruk telah membuat wajah hamba hamba-Mu menjadi suram, dan Engkau telah menahan hujan dari langit sebagai hukuman terhadap hamba hamba-Mu. Maka aku memohon kepada-Mu, wahai Yang Pemaaf yang tidak segera menimpakan adzab, wahai Yang hamba-hamba-Nya tidak mengenalnya kecuali kebaikan, berilah mereka hujan sekarang.”

Dia terus mengatakan, “Berilah mereka hujan sekarang.” hingga langit pun penuh dengan awan dan hujan pun datang dari semua tempat. Dia masih duduk di tempatnya sambil terus bertasbih, sementara saya pun tidak mampu menahan air mata. Ketika dia bangkit meninggalkan tempatnya maka saya mengikutinya hingga saya mengetahui di mana tempat tinggalnya.

Lalu saya pergi menemui Fudhail bin Iyyadh. Ketika melihat saya maka dia pun bertanya, “Kenapa saya melihat dirimu nampak sangat sedih?” 
Saya jawab,“Orang lain telah mendahului kita menuju Allah, maka Dia pun mencukupinya, sedangkan kita
tidak.”
Dia bertanya, “Apa maksudnya?” 
Maka saya pun menceritakan kejadian yang baru saja saya saksikan. Mendengar cerita saya, Fudhail bin Iyyadh pun terjatuh karena tidak mampu menahan rasa haru. Lalu dia pun berkata, “Celaka engkau wahai Ibnul Mubarak, bawalah saya menemuinya!” 
Saya jawab, “Waktu tidak cukup lagi, biarlah saya sendiri yang akan mencari berita tentangnya.”

Maka keesokan harinya setelah shalat Shubuh saya pun menuju tempat tinggal budak yang saya lihat kemarin. Ternyata di depan pintu rumahnya sudah ada orang tua yang duduk di atas sebuah alas yang digelar. Ketika dia melihat saya maka dia pun langsung mengenali saya dan mengatakan, “Marhaban -selamat datang, wahai Abu Abdirrahman, apa keperluan Anda?”
Saya jawab, “Saya membutuhkan seorang budak hitam.” 
Dia menjawab, “Saya memiliki beberapa budak, silahkan pilih mana yang Anda inginkan dari mereka?” 
Lalu dia pun berteriak memanggil budak-budaknya. Maka keluarlah seorang budak yang kekar. 
Tuannya tadi berkata, “Ini budak yang bagus, saya ridha untuk Anda.” 
Saya jawab, “Ini bukan yang saya butuhkan.”
Maka dia memperlihatkan budaknya satu persatu kepada saya hingga keluarlah budak yang saya lihat kemarin. Ketika saya melihatnya maka saya pun tidak kuasa menahan air mata. Tuannya bertanya kepada saya, “Diakah yang Anda inginkan?” 
Saya jawab, “Ya.” 
Tuannya berkata lagi, “Dia tidak mungkin dijual.” 
Saya tanya, “Memangnya kenapa?” 
Dia menjawab, “Saya mencari berkah dengan keberadaannya di rumah ini, di samping itu dia sama sekali tidak menjadi beban bagi saya.” 
Saya tanyakan, “Lalu dari mana dia makan?” 
Dia menjawab, “Dia mendapatkan setengah daniq (satu daniq = seper-enam dirham –pent) atau kurang atau lebih dengan berjualan tali, itulah kebutuhan makan sehari-harinya. Kalau dia sedang tidak berjualan, maka pada hari itu dia gulung talinya. Budak-budak yang lain mengabarkan kepadaku bahwa pada malam hari dia tidak tidur kecuali sedikit. Dia pun tidak suka berbaur dengan budak-budak yang lain karena sibuk dengan dirinya. Hatiku pun telah mencintainya.”
Maka saya katakan kepada tuannya tersebut, “Saya akan pergi ke tempat Sufyan Ats-Tsaury dan Fudhail bin Iyyadh tanpa terpenuhi kebutuhan saya.” 
Maka dia menjawab, “Kedatangan Anda kepada saya merupakan perkara yang besar, kalau begitu ambillah sesuai keinginan Anda!” 
Maka saya pun membelinya dansaya membawanya menuju ke rumah Fudhail bin Iyyadh. Setelah berjalan beberapa saat maka budak itu bertanya kepada saya, “Wahai tuanku!” 
Saya jawab, “Labbaik.” 
Dia berkata, “Jangan katakan kepada saya ‘labbaik’ karena seorang budak yang lebih pantas untuk mengatakan hal itu kepada tuannya.” 
Saya katakan, “Apa keperluanmu wahai orang yang kucintai?” 
Dia menjawab, “Saya orang yang fisiknya lemah, saya tidak mampu menjadi pelayan. Anda bisa mencari budak yang lain yang bisa melayani keperluan Anda. Bukankah telah ditunjukkanbudak yang lebih kekar dibandingkan saya kepada Anda.” 
Saya jawab, “Allah tidak akan melihatku menjadikanmu sebagai pelayan, tetapi saya akan membelikan rumah dan mencarikan istri untukmu dan justru saya sendiri yang akan menjadi pelayanmu.”
Dia pun menangis hingga saya pun bertanya, “Apa yang menyebabkanmu menangis?” 
Dia menjawab, “Anda tidak akan melakukan semua ini kecuali Anda telah melihat sebagian hubunganku dengan Allah Ta’ala, kalau tidak maka kenapa Anda memilih saya dan bukan budak-budak yang lain?!” Saya jawab, “Engkau tidak perlu tahu hal ini.” 
Dia pun berkata, “Saya meminta dengan nama Allah agar Anda memberitahukan kepada saya.” 
Maka saya jawab, “Semua ini saya lakukan karena engkau orang yang terkabul doanya.” 
Dia berkata kepada saya, “Sesungguhnya saya menilai –insya Allah– Anda adalah orang yang saleh. Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memiliki hamba-hamba pilihan yang Dia tidak akan menyingkapkan keadaan mereka kecuali kepada hamba-hamba-Nya yang Dia cintai, dan tidak akan menampakkan mereka
kecuali kepada hamba yang Dia ridhai.”
Kemudian dia berkata lagi, “Bisakah Anda menunggu saya sebentar, karena masih ada beberapa rakaat shalat yang belum saya selesaikan tadi malam?” 
Saya jawab, “Rumah Fudhail bin Iyyadh sudah dekat.” 
Dia menjawab, “Tidak, di sini lebih saya sukai, lagi pula urusan Allah Azza wa Jalla tidak boleh ditunda-tunda.”
Maka dia pun masuk ke masjid melalui pintu halaman depan. Dia terus mengerjakan shalat hingga selesai apa yang dia inginkan. Setelah itu dia menoleh kepada saya seraya berkata, “Wahai Abu Abdirrahman, apakah Anda memiliki keperluan?” 
Saya jawab, “Kenapa engkau bertanya demikian?” 
Dia menjawab, “Karena saya ingin pergi jauh.” 
Saya bertanya, “Kemana?” 
Dia menjawab, “Ke akhirat.” 
Maka saya katakan, “Jangan engkau lakukan, biarkanlah saya merasa senang dengan keberadaanmu!” 
Dia menjawab,“Hanyalah kehidupan ini terasa indah ketika hubungan antara saya dengan Allah Ta’ala tidak diketahui oleh seorang pun. Adapun setelah Anda mengetahuinya, maka orang lain akan ikut mengetahuinya juga, sehingga saya merasa tidak butuh lagi dengan semua yang Anda tawarkan tadi.” 
Kemudian dia tersungkur sujud seraya berdoa, “Ya Allah, cabutlah nyawaku agar aku segera bertemu dengan-Mu sekarang juga!”
Maka saya pun mendekatinya, ternyata dia sudah meninggal dunia. Maka demi Allah, tidaklah saya mengingatnya kecuali saya merasakan kesedihan yang mendalam dan dunia ini tidak ada artinya lagi bagi saya.”

(Al-Muntazham Fii Taarikhil Umam, karya Ibnul Jauzy, 8/223-225)

Sumber artikel :
http://www.sahab.net/forums/

Sunday, March 29, 2015

Kisah Malik bin Dinar dan Seorang Lelaki


BETAPA LEMBUT RAHMATMU YA ALLAH

Kisah Malik bin Dinar dan Seorang Lelaki

Oleh : Mamduh Farhan Al-Buhairi

Di antara kisah teraneh yang pernah kubaca adalah kisah yang disebutkan oleh lbnul Jauzi dalam kitab Birrul Walidain (1/7).
Dari Malik bin Dinar, dia berkata: ‘Saat aku thawaf di Baitul Haram, banyaknya jamah haji dan umrah saat itu sungguh membuatku takjub. Andai saja aku tahu mana antara mereka yang ibadahnya diterima hingga aku ucapkan selamat, dan mana di antara mereka yang ibadahnya ditolak lalu aku beri ucapan belasungkawa. Dimalam hari aku bermimpi seakan-akan ada  seseorang yang berkata: ‘Malik bin dinar berfikir tentang para jama’ah haji dan umroh, maka demi Allah, sungguh Allah telah mengampuni seluruh jama’ah tersebut baik yang kecil maupun yang besar, laki-laki  dan perempuan, yang hitam atau  putih, yang bangsa Arab dan yang ’ajam, kecuali hanya satu orang. Maka sesungguhnya Allah telah murka kepadanya dan Dia telah menolak hajinya.” 
 Malik berkata: “Maka akupun tertidur malam itu, dan tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala dan aku khawatir  jangan-jangan akulah laki-laki itu. Tatkala berada pada malam yang kedua aku bermimpi seperti itu pula, hanya saja dikabarkan kepadaku, bahwa bukan aku orang tersebut, tetapi seorang laki-laki dan penduduk Khurasan dan kota yang disebut Balkh. Dia dipanggil dengan nama Muhammad bin Harun al-Balkhi. Allah tengah murka atasnya, dan Allah telah menolak hajinya”.

Di pagi hari, aku pergi ke kabilah Khurasan, lalu kukatakan: ‘Apakah di tengah-tengah kalian terdapat Balkhiyun (orang-orang dari Balkh)?’ Mereka menjawab: “Ya ada”. Maka akupun pergi kepada mereka seraya mengucapkan salam. Aku berkata: ‘Apakah ada di antara kalian seorang laki-laki yang disebut Muhammad bin Harun?’ Mereka menjawab: ‘Wahai Malik, engkau bertanya tentang seorang laki-laki yang tidak ada seorangpun di Khurasan yang lebih ahli ibadah dan lebih zuhud daripadanya.’ Akupun terheran-heran karena pujian mereka yang indah atasnya dan atas mimpi yang telah kulihat dari tidurku. Akupun berkata: ‘Tunjukkanlah aku kepadanya”. Merekapun menjawab: ‘Sesungguhnya sejak empat puluh tahun lalu dia senantiasa puasa di siang hari dan menghidupkan malamnya, serta tidak bertempat tinggal kecuali di reruntuhan-reruntuhan. Kami menyangka dia sekarang berada di reruntuhan-reruntuhan Makkah.”

Akupun berjalan-jalan di reruntuhan, tiba-tiba aku melihatnya sedang berdiri di belakang sebuah tembok, tangan kanannya terpotong dan digantungkan di lehemya, tulang selangkanya berlobang dan terikat dengan dua buah belenggu berat di kakinya, sementara dia dalam keadaan ruku’ dan sujud. Ketika dia merasakan suara gesekan kedua kakiku, dia menoleh seraya berkata: “Siapakah engkau?” Kukatakan: “Malik bin Dinar.” Dia berkata: “Wahai Malik, apa yang membuatmu datang kepadaku? Engkau telah melihat sebuah mimpi? Ceritakanlah mimpi itu kepadaku!” Kukatakan: “Aku malu menceritakannya kepadamu.” Dia mengatakan,”jangan malu”. Akupun menceritakan mimpi itu kepadanya lantas diapun menangis panjang dan berkata,”Wahai Malik, mimpi tersebut telah diperlihatkan kepadaku sejak empat puluh tahun lalu, setiap tahun ada seorang laki-laki zuhud sepertimuyang melihatnya, bahwa aku termasuk ahli neraka.
Aku berkata kepadanya, “Antara kamu dan Allah ada dosa yang sangat besar? Dia menjawab “Ya, dosaku jauh lebih besar daripada langit, bumi,dan gunung-gunung.” Kukatakan,”Ceritakanlah kepadaku agar aku bisa memperingatkan manusia yang tidak mengetahuinya.” Dia berkata: “Wahai Malik, dulu aku seorang laki-laki pecandu minuman keras. Pada suatu hari aku minum minuman keras di rumah salah seorang temanku, hingga ketika aku telah mabuk dan hilang akal, akupun pulang ke rumah. Saat aku masuk rumah, ternyata ibuku tengah menyalakan tungku api yang bagian dalamnya telah menjadi putih (terang, karena nyala api yang membara). Ketika dia melihatku sempoyongan karena mabuk, dia pun mulai memberikan nasihat kepadaku, seraya berkata,”Ini adalah hari terakhir dari bulan Syaban, dan malam pertama dari bulan Ramadhan. Besok di pagi hari manusia mulai berpuasa, dan kamu dalam keadaan mabuk?! Tidakkah kamu malu kepada Allah?!” Maka kuangkat kedua tanganku kemudian aku pun mencampakannya. Diapun berkata,“Celaka kamu”.
Akupun marah karena ucapannya. Aku bawa dia dengan mabukku, lalu kulemparkan dia ke dalam tungku api. Maka saat istriku melihat, dia mernbawaku dan memasukkanku ke dalam sebuah rumah seraya menutup pintu rapat-rapat.
Di akhir malam hilanglah mabukku, kemudian aku panggil istriku untuk membukakan pintu. Dia menjawab dengan kasar. Kukatakan,”Mengapa sikapmu kasar seperti ini, aku belum pernah mengetahuinya darimu?”. Dia menjawab,”Engkau berhak untuk tidak kuhormati”. Kukatakan,”Kenapa?” Dia menjawab,”Engkau telah membunuh ibumu, engkau telah melemparnya kedalam tungku api, dan sungguh dia telah terbakar.” Maka saat aku mendengar hal ini, aku tidak kuasa lagi menahan diri untuk mendobrak pintu dan keluar menuju tungku api. Ternyata ibuku sudah gosong didalamnya seperti roti yang terpanggang. Maka segera kuletakkan tangan kananku di kusen pintu kemudian kuhentakkan daun pintu dengan tangan kiriku hingga tangan kananku putus, terpotong. Kemudian kulubangi tulang selangkanganku, lalu kumasukkan belenggu-belenggu ini ke dalamnya, dan kuikat kedua kakiku dengan kedua belenggu ini. Ketika itu harta kekayaanku sebanyak delapan ribu dinar. Kusedekahkan semuanya sebelum matahari terbenam, lalu aku memerdekakan 26 orang budak wanita, dan 23 orang budak laki-laki, dan aku waqafkan sawah ladangku di jalan Allah. Sejak empat puluh tahun lalu aku berpuasa di siang hari, dan berdiri shalat dimalam hari. Akupun berhaji setiap tahun. Dan setiap tahun, selalu ada orang-orang alim sepertimu melihat mimpi seperti mimpimu, bahwa aku termasuk ahli neraka.”
Malik berkata: “Akupun mengusapkan kedua tanganku ke wajahku, dan kukatakan,“Wa hai orang yang malang, hampir-hampir saja engkau membakar bumi beserta orang yang ada di atasnya dengan apimu”. Maka diapun mengangkat tangannya ke langit seraya berkata, “Wahai dzat yang memberikan jalan keluar bagi kesempitan, wahai Dzat yang menyingkap kegundahan, Wahai Dzat yang menjawab doa-doa orang yang terjepit, aku berlindung dengan keridhaan-Mu dari kemurkaan-Mu, berlindung dengan ampunan-Mu dari adzab-Mu, janganlah Engkau rnemutus harapanku, dan janganlah Engkau menyia-nyiakan do’aku.”
Malik berkata: “Akupun pulang ke rumahku, lalu tidur. Kemudian aku bermimpi melihat Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam, beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Wahai Malik, janganlah engkau membuat orang putus asa dari rahmat Allah, janganlah engkau membuat mereka putus asa dait ampunan-Nya. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memperhatikan urusan Muhammad bin Harun dari tempat yang Maha Tinggi maka Dia telah mengabulkan do’a dan permintaan maaf atas kesalahannya. Maka pergilah di pagi hari dan katakan kepadanya: “Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan makhluk-makhluk pertama dan makhluk-makhluk terakhir pada hari kiamat. Allah akan membela hewan-hewan yang dulu tidak punya tanduk atas hewan-hewan yang dulu punya tanduk. Jika dulu hewan yang bertanduk pernah menyakiti hewan yang tidak bertanduk dengan tanduknya, maka sesungguhnya Allah akan membela hewan tak bertanduk terhadap hewan yang bertanduk. Dan Allah akan mengumpulkan antara kamu wahil Muhammad bin Harun dengan ibumu, kemudian Allah akan menghukumi kamu untuk ibumu. Dan Dia akan memerintahkan kepada para malaikat untuk mengikatmu dengan belenggu yang berat menuju neraka. Maka jika engkau merasakan panas apinya selama tiga hari tiga malam dari hari-hari dunia, Allah akan melemparkan rahmat ke dalam hati ibumu, dan memberinya ilham untuk merninta anugerah pengampunan bagimu dari-Nya. Maka Diapun memberikan anugerah pengampunan kepadamu karenanya (ibumu), lalu kalian berdua masuk ke dalam sorga, karena (Dia telah berfirman):
‘Sesungguhnya Aku telah berjanji bahwa tidaklah seorang hamba dari hamba-hamba-Ku yang meminum-minuman yang memabukkan dan membunuh jiwa yang telah Kuharamkan kecuali akan Aku rasakan padanya panas api neraka.’

Di pagi harinya, aku berangkat menemuinya, lalu kukabarkan mimpiku kepadanya. Maka seakan-akan kehidupannya bagaikan tanah kering berkerikil yang disiram air, kemudian dia meninggal. Aku termasuk orang yang menshalatinya. (AR)*

***dari qiblati edisi 9/II

Sharing dari Grup What'sApp Ruang Manfaat